Hallo .....
Saat ini saya memposting sebuah cerpen karya Kakaku. cerpen ini sebenarnya adalah hasil dari sebuah tugas ketika Kakakku masih menuntut ilmu di Universitas Pendidikan Indonesia cabang Tasikmalaya. Kata Kakakku cerita ini begitu saja muncul di kepalanya ketika dia harus segera mengumpulkan tugas sebuah cerpen. Sebenarnya dia belum pernah sama sekali membuat sebuah cerita, baru kali ini lho. haha. dan menurutku cerita ini sangat sedih, bercerita tentang suatu persahabatan.
Okke deh langsung aja ya yang mau baca, dijamin netesin air mata. hihi
Silahkan membaca.... ^^
Kado Ulang Tahunku (Chapter 1)
Masa SMA adalah masa yang paling indah. Begitu pula bagi Tera, anak berumur 16 tahun yang periang namun kurang kasih sayang orang tuanya. Walaupun dia masih duduk di bangku kelas 1 SMA, dia sudah merencanakan berbagai hal agar dia menjadi yang terbaik. Tera selalu berusaha menikmati indahnya menuntut ilmu walaupun se-abreg PR menemaninya. Sesil adalah sahabatnya yang selalu membuat dia selalu ceria, karena hanya Sesil lah yang selalu menasihatinya dan memahaminya dibandingkan dengan orang tuanya. Orang tua Tera selalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang sekali berada di rumah.
Sampai jam 1 malam Tera mendengarkan radio, karena dia tidak mau ketinggalan acara favoritnya. Akibat tidur terlalu malam, saat sang mentari muncul Tera masih asyik dengan selimut POOh-nya yang menempel di badannya karena udara masih sangat dingin. Jam weker POOh sudah menunjukan pukul 06.30. tera menjerit dan langsung ke kamar mandi lalu berpakaian dan langsung berpamitan.
Tera dengan terburu-buru langsung menaiki angkot. Tetapi di jalanan tak seperti biasanya, macet kembali melanda. Dalam hatinya Tera marah, dia tak mengira akan terjadi kemacetan.
“Ada motor tertabrak lagi!”, gerutu Tera kesal. Tak lama angkot itu terjebak macet, lalu angkot pun melaju dengan kencang. Tetapi walaupun begitu, Tera tetap saja akan kesiangan. Pintu gerbang sudah ditutup, dia mencoba tersenyum pada guru piket meminta toleransi atas keterlambatannya, dan akhirnya pintu pun di bukakan. Walaupun begitu, Tera tetap mendapatkan sanksi yaitu berdiri bersama teman-temannya yang lain yang kesiangan di lapangan basket. Terlihat wajah cemberut Sesil di lapangan, lalu Tera pun menghampirinya.
“Kamu kesiangan juga Sil?”
“Iya Ra, gara-gara dengerin acara radio semaleman, jadi aku telat bangun deh. Huft!”
“kalo begitu sama dong kaya aku, tapi kalo aku ada plusnya, tadi kejebak macet ada tabrakan motor di jalan, dan yaaa akhirnya kesiangan deh, tapi gak apa-apa deh kana da kamu. haha. Eh, katanya kamu hari ini ada ulangan ya? Hahaha. Kasian deh lo! Gak bias ikut “, ejekan Tera membuat Sesil mencubit pantatnya, dan mereka pun tertawa.
Mereka bermandikan cahaya mentari di lapangan basket, tapi mereka tak begitu risih, justru mereka menikmatinya walau harus tertinggal pelajaran. Setelah setengah jam berlalu, mereka pun disuruh memasuki kelas masing-masing.
Sepulang sekolah Sesil menunggu Tera dii depan kelasnya, tapi setelah lama menunggu Tera tak kunjung muncul. Sesil kemudian mencari ke kelas Tera, tapi kelas itu sudah kosong. Sesil mengira kalau Tera sudah lebih dulu ke warung Bang Warto. Karena di sanalah markas mereka berdua dan Bang Warto sudah akrab serta sering nimbrung ngobrol dengan mereka. Sesil kesal ketikatak melihat Tera di warung Bang Warto, Sesil duduk sendiri dengan memasang muka cemberut karena Tera menghilang begitu saja.
“Ada apa Neng Sesil kok cemberut gitu? Mana Neng Tera?”’ Tanya Bang Warto.
“Justru itu Bang, aku nyari Tera. Kirain Tera ada di sini. Eh ternyata gak ada.”
“Kemana ya anak itu?”’ lanjut Bang Warto.
Dari jauh terlihat Tera berlari sambil tersenyum, tetapi Sesil tak membalas senyumannya.
“Aduh, Non Sesil kenapa cemberut gitu? Laper ya?”’ goda Tera.
“Boro-boro laper, aku lagi kesel sama kamu!”
“Aduh Sil maafin aku ya, emangnya aku punya salah apa?”
Tiba-iba Bang Warto menghampiri Sesil dan Tera.
“Emangnya Neng Tera dari mana saja? Neng Sesil dari tadi nyariin Neng Tera, jadi cemberut gitu deh”’ Bang Warto menjelaskan.
“Ooh…. Sorry deh aku tadi buru-buru banget. Soalnya aku tadi gak kuat pengen buang sisa tabungan tadi pagi, dari pada keteteran kan mending buru-buru. Iya kan Sil?”
Mulut Sesil mulai melebar, dan mereka kembali tersenyum dan bercanda sambil makan cemilan favorit mereka.
* * *
Hari berganti, tak seperti biasanya hari itu Tera begitu lugu, candaan Sesil pun dibalasnya hanya dengan senyuman kecil. Untungnya Sesil tak mempermasalahkannya. Tera merasa iba dengan penyakit yang sudah dideritanya selama berbulan-bulan, tetapi Tera tak pernah memberitahukan hal itu pada Sesil, dia takut kalau Sesil menjadi cemas. Tera sendiri pun tak tahu penyakit apa yang dideritanya, pusing-pusing dan terasa sakit sekali di bagian kepalanya. Tera sudah mencoba berbagai obat yang dia beli dari warung, dia tak pernah ke dokter karena orang tuanya selalu sibuk bekerja.
Tera tak bias menyembunyikan rasa sakitnya, Sesil pun mulai curiga.
“Kamu kenapa Ra? Kamu sakit?” Tanya Sesil penasaran.
“Ah enggak kok Ra, aku cuma enggak enak badan aja”, sahut Tera meyakinkan.
Sesil orangnya cemasan, mungkin karena dia terlalu menyayangi sahabatnya itu, dank arena Sesil seorang bungsu di keluarganya, jadi dia menganggap Tera sebagai adiknya sendiri karena umurnya lebih tua dari Tera.
Hari itu Tera hanya mengikuti pelajaran sampai jam istirahat. Tera tak mengijinkan Sesil mengantarnya pulang karena dia tahu Sesil ada ulangan susulan. Tera pun meyakinkan Sesil kalau dia akan minta Bang Warto untuk mengantarkannya pulang. Sesil pun merasa lega mendengarnya. Mereka pun menuju warung Bang Warto. Tera minta diantar pulang pada Bang Warto, dan Bang Warto pun tak menolak walaupun warungnya saat itu sedang ramai, karena Bang Warto sudah menganggap Sesil dan Tera sebagai anaknya sendiri. Bang Warto menitipkan warungnya pada keponakannya yang bekerja membantu Bang Warto. Lalu Bang Warto pun mengantarkan Tera pulang.
Ternyata Tera tak meminta diantarkan pulang ke rumahnya, dia malah meminta Bang Warto mengantarkannya ke Dokter.
“Lho, katanya Neng mau pulang, kok malah minta diantar ke Dokter? Emangnya Neng sakit banget ya?”
“Aku lagi gak enak badan nih Bang”’ jawab Tera singkat.
Lalu mereka pun pergi ke dokter tanpa sepengetahuan Sesil.
“Anda orang tuanya Pak?”’ Tanya Dokter.
Mata Tera mengisyaratkan kalau Bang Warto harus menjawab “IYA”
“I..i..iya Dok, saya orang tuanya.”’ Jawab Bang Warto gugup.
Dokter menyuruh Tera menunggu di luar dan Dokter berbicara kepada Bang Warto. Beberapa menit kemudian Bang Warto keluar dan mengajak Tera pulang.
“Apa yang dikatakan Dokter Bang?”, Tanya Tera penasaran.
“Cuma perlu istirahat aja kok Neng, makannya jangan tidur larut malam.”
Bang Warto mengantarkan Tera pulang. Sore harinya Sesil ke rumah Tera, tetapi Tera sedang tertidur pulas, Sesil tidak mau mengganggunya. Lalu Sesil pun berniat pergi ke rumah Bang Warto. Setiba di rumah Bang Warto Sesil terdiam, terdengar suara Bang Warto sedang menangis. – Memang Bang Warto hidup sendiri di kontrakannya, anak dan istrinya meninggal akibat kecelakaan maut 3 tahun yang lalu, maka dari itu Bang Warto menganggap Tera dan Sesil sebagai anaknya sendiri – Sesil dengan terburu-buru masuk karena takut sesuatu terjadi pada Bang Warto. Tangis Bang Warto tambah kencang ketia melihat Sesil datang.
“Ada apa Bang? Kok Abang nangis, Bang?”, Tanya Sesil penasaran.
“Neng Tera, Neng,,, Neng Tera,,,”, jawab Bang Warto tak kuat menahan tangis.
“Iya, ada apa dengan Tera Bang?”, Sesil semakin penasaran.
“Enam bulan lagi…..”
Sesil semakin bingung dengan perkataan Bang Warto yang tidak jelas dan sebenarnya apa yang telah terjadi. Dengan perlahan dan hati-hati Bang Warto menceritakan apa yang sebenarnya terjadi hingga ia menangis seperti itu.
Sepulang dari rumah Bang Warto, Sesil tak kuat menahan tangis di kamarnya sendiri, dan tanpa ia sadari Tera datang dan tanpa sengaja mendengarkan perkataan yang Sesil lontarkan saat itu juga di depan pintu kamar mengenai apa yang diceritakan Bang Warto pada Sesil. Akhirnya Tera tak jadi memasuki kamar Sesil, dia perrgi dengan cucuran air mata.
“Mengapa Bang Warto membohongiku? Kenapa aku memiliki penyakit kanker seperti ini? KENAPAAA??”, sesal Tera.
* * *
Hari Senin upacara dimulai. Sesil mencari-cari Tera dibarisan kelasnya, ternyata Tera berada dibarisan paling belakang. Dia terlihat murung dan matanya terlihat sangat bengkak. Sesil terus memandangi Tera. Usai upacara Sesil cepat-cepat menghampiri Tera, tapi Tera seolah menghindar dan tak seperti biasanya dia tak membalas sapa Sesil.
Sesil merasa heran melihat sahabatnya seperti itu, Sesil terdiam memunguti ingatan yang tececer yang membuat dirinya hanyut dalam pikiran.
“Kesalahan apa yang ku perbuat?”. Kata itu berulang kali terlontar dari bibirnya sampai-sampai Sesil terkena teguran gurunya karena ia melamun tak memperhatikan pelajaran.
Pulang sekolah Sesil langsung menuju warung Bang Warto karena Sesil yakin kalau Tera sudah ada disana dan saat itulah kesempatan Sesil menanyakan tentang sikap Tera hari ini. Setiba di warung, wajah Sesil memelas ternyata warung Bang Warto sudah sepi, yang ada hanya Bang Warto dan keponakannya. Sesil duduk dan membenamkan wajahnnya di atas kedua tangannya sembari menangis.
“Kenapa sendirian Neng? Neng Tera mana?”, Tanya Bang Warto.
Sesil hanya terdiam, dan akhirnya menceritakan kejadian di lapangan setelah upacara tadi. Setelah menceritakannya pada Bang Warto, Sesil langsung pergi ke rumah Tera.
Setiba di rumah Tera, terlihat Tera sedang melamun di taman belakang. Sesil menghampiri dan meminta maaf atas kesalahan yang tak ia ketahui.
“Ra, maafin aku ya kalo aku punya salah sama kamu dan udah nyakiitin kamu. Aku gak mau kamu marah sama aku. Maafin aku ya Ra?!”
“Pergi!! Kalian jahat!! Kalian pembohong!! PERGIII!!!!!”
“Nggak Ra, siapa yang pembohong? Kapan aku berbohong Ra? Kapan?”
“Kamu dan Bang Warto pembohong! Kenapa kalian menyembunyikan penyakitku? Kenapa Sil, kenapa?”
Sesil tak bias berbuat apa-apa lagi. Tera marah. Sesil mencoba memberi alasan tetapi Tera tak mau mendengarnya.
* * *
Berhari-hari Tera tak berbicara pada Sesil dan Bang Warto, sampai sehari menjelang ulang tahunnya pun ia tetap marah walaupun Sesil mencoba mendekatinya. Di warung Bang Warto Sesil duduk melamun, ia tak banyak bicara walau Bang Warto mencoba menghiburnya ia tetap menyimpan senyumannya dan hanya berdiam diri.
Tidak lama di warung Bang Warto Sesil pun berpamitan pulang, tak seperti biasanya Sesil mencium tangan Bang Warto sembari mencucurkan air mata. Di gardu tempat menunggu angkot Sesil melihat Tera, lalu Sesil cepat menghampirinya. Sesil berusaha bicara tapi Tera selalu berpaling. Angkot pun datang.
“Ra, aku pulang duluan ya. Senyum dong biar aku tenang! Daaaaah ..!” sesil melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Sesil pun berlalu. Tera menangis sejenak dan ia merasa kalau iasebenarnya jahat pada kedua orang yang menyayanginya. Ia berjanji akan kembali seperti semula dan melupakan mengenai penyakitnya yang dirahasiakan di hari ulang tahunnya besok
* * *
Bagaimana?? Penasaran cerita selanjutnya kan?? Baca Chapter ke-2 nya ya...
Jangan lupa kasih reviewnya,,
Terima kasih.. ^^